FintalkHealthcareUpdate News

Prabowo Izinkan Rumah Sakit Asing Buka Cabang di Indonesia, Devisa Bisa Terselamatkan?

Presiden Prabowo membuka peluang rumah sakit asing beroperasi di Indonesia. Apa dampaknya bagi kesehatan nasional dan devisa yang selama ini bocor karena masyarakat berobat ke luar negeri?

Di sebuah ruang tunggu klinik di bilangan Jakarta Selatan, Devi (47) baru saja mendaftarkan ibunya untuk kontrol pasca operasi. Meski ibunya dirawat di rumah sakit lokal, Devi mengaku sempat terpikir untuk membawa sang ibu berobat ke Penang atau Kuala Lumpur. “Bukan tidak percaya rumah sakit di sini, tapi banyak orang bilang, di sana teknologinya lebih canggih, pelayanannya lebih cepat,” katanya, Rabu (17/7/2025).

Cerita Devi adalah gambaran umum perilaku sebagian masyarakat Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri, mulai dari Singapura, Malaysia, Thailand, hingga Jepang. Setiap tahun, triliunan rupiah devisa negara mengalir keluar untuk layanan kesehatan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, lebih dari 2 juta warga Indonesia berobat ke luar negeri setiap tahunnya, dengan total devisa yang keluar diperkirakan mencapai Rp 165 triliun per tahun.

Namun, kebijakan baru yang akan diambil pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berpotensi mengubah tren itu. Dalam berbagai pernyataannya, Prabowo menegaskan akan mengizinkan rumah sakit asing membuka cabang di Indonesia, baik di kawasan ekonomi khusus (KEK) maupun di kota-kota besar lainnya.

“Saya ingin dokter-dokter top dunia datang ke Indonesia. Rumah sakit kelas dunia buka cabang di sini. Jangan lagi orang Indonesia lari ke luar negeri untuk berobat,” ujar Prabowo dalam sebuah pernyataan di Jakarta, Mei 2024 lalu. Pernyataan tersebut kembali dikuatkan oleh tim transisi pemerintahan Prabowo-Gibran pada pertengahan 2025 sebagai salah satu prioritas bidang kesehatan.

Dampak bagi Dunia Kesehatan Indonesia

Read More  Jakarta Akan Terapkan Car Free Night, Solusi Ramah Lingkungan atau Pemicu Kemacetan?

Jika kebijakan ini benar-benar dijalankan, maka ini akan menjadi momen bersejarah bagi dunia kesehatan tanah air. Menurut  Dante Saksono Harbuwono, Wakil Menteri Kesehatan RI, langkah membuka peluang rumah sakit asing beroperasi di Indonesia bisa berdampak positif, asal pengaturannya jelas dan selektif.
“Kalau kita bisa menghadirkan layanan berkualitas internasional di dalam negeri, maka masyarakat tak perlu lagi repot ke luar negeri. Ini bisa memangkas devisa yang hilang dan sekaligus meningkatkan standar pelayanan kesehatan nasional,” kata Dante saat ditemui di Kementerian Kesehatan, pekan lalu.

Namun, ada juga catatan penting. Prof. Laksono Trisnantoro, Guru Besar Kebijakan Kesehatan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menekankan agar pemerintah tetap melindungi rumah sakit lokal dan memastikan transfer pengetahuan terjadi. “Kita harus pastikan keberadaan rumah sakit asing bukan sekadar jualan layanan premium, tapi juga membuka peluang kolaborasi dengan RS lokal dan meningkatkan kompetensi dokter Indonesia,” ujar Laksono saat dihubungi, Rabu (17/7/2025).

Kebijakan ini juga dikaitkan dengan upaya menyelamatkan devisa. Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan RI, pernah menyebut bahwa devisa yang lari keluar negeri karena layanan kesehatan bisa lebih besar daripada devisa sektor pariwisata. “Sekarang setiap tahun ada sekitar Rp 165 triliun devisa bocor karena orang Indonesia berobat ke luar negeri. Kalau bisa ditahan, itu akan berdampak besar pada ekonomi nasional,” kata Budi dalam wawancara di Jakarta tahun lalu.

Faktor lain yang membuat warga Indonesia berobat ke luar negeri adalah minimnya kepercayaan terhadap layanan kesehatan domestik, mulai dari antrian panjang hingga peralatan medis yang dianggap kurang mutakhir. Kehadiran rumah sakit asing diharapkan bisa menjadi pemicu perubahan.

Solusi atau Ancaman?

Read More  Surat Utang, Instrumen Investasi yang Perlu Diketahui Gen Z di Tengah Gejolak Global

Meski banyak yang menyambut baik, sebagian pihak mengkhawatirkan liberalisasi sektor kesehatan bisa berdampak pada komersialisasi layanan medis. Biaya pengobatan bisa melonjak, sementara layanan kesehatan untuk masyarakat kelas menengah bawah tetap harus menjadi prioritas pemerintah.

Pakar ekonomi kesehatan Hasbullah Thabrany, menyebut bahwa pemerintah harus menyiapkan regulasi ketat agar kehadiran rumah sakit asing tidak menciptakan jurang ketimpangan layanan. “Jangan sampai hanya orang kaya yang menikmati layanan kesehatan bermutu, sementara mayoritas rakyat masih kesulitan mendapatkan akses pelayanan dasar,” ujar Hasbullah.

Jika kebijakan ini berjalan sesuai rencana, Indonesia akan memasuki era baru layanan kesehatan. Bukan tak mungkin, dalam waktu dekat, masyarakat bisa menemukan cabang rumah sakit internasional seperti Mayo Clinic, Johns Hopkins, atau Mount Elizabeth berdiri di Jakarta, Bali, atau Batam.

Namun, tantangan ke depan adalah menjaga keseimbangan antara investasi asing dengan penguatan sistem kesehatan nasional. Karena kesehatan, sejatinya, bukan sekadar bisnis, melainkan hak dasar seluruh rakyat Indonesia.

Back to top button